Sejarah Peringatan Maulid
Salahudin Al-Ayubi adalah seseorang yang pertama merayakan peringatan maulid nabi Muhammad SAW . Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin –menurut lafal orang Barat– adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh (sejarah) Islam. Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau maulid, berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan / organisasi muslim sering disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang tahun menurut penanggalan kalender Masehi.
Shalahuddin terlahir dari keluarga Kurdish di
Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).
Dinobatkannya Shalahuddin menjadi sultan Mesir membuat kejanggalan bagi anaknya Nuruddin, Shalih Ismail. Hingga setelah tahun 1174 Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa soal garis keturunan terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan Shalahuddin berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Sholahuddin. Shalih Ismail terpaksa menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada tahun 1181. Shalahuddin memimpin
LATAR BELAKANG Salahudin Al-Ayubi MERAYAKAN MAULID
Pada masa itu dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang dahsyat dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.
Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di
Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idulfitri dan Iduladha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah setuju. Selain khalifah An-Nashir Para keluarga Rosulullah, para wali dan ulama terdahulu sebagian besar setuju dengan gagasan Salahuddin. Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji*). Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi.
Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.
BATAVIA KOTA MAULID
Berawal dari Pangeran Jayakarta, atau Jayakerta, masih samar. Dalam situs internet Pemerintah Jakarta Timur disebutkan, Pangeran Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Akhmad Jakerta, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari Kesultanan Banten.
Namun menurut sebuah sumber sejarah lain, Pangeran Jayakarta adalah putra Ratu Bagus Angke, juga bangsawan asal Banten. Ratu Bagus Angke alias Pangeran Hasanuddin adalah menantu Fatahillah atau Falatehan yang konon menantu Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, peletak dasar Kesultanan
Pangeran Jayakarta mewarisi kekuasaan atas Jayakerta dari Ratu Bagus Angke, yang sebelumnya memperoleh kekuasaan itu dari Fatahillah, yang memutuskan pulang ke Banten (Banten Lama sekarang) setelah berhasil merebut pelabuhan itu dari Kerajaan Pajajaran pada pertengahan Februari 1527. Waktu itu, ia juga berhasil menghalau pasukan Portugis yang juga berambisi menguasai bandar samudra nan ramai itu. Sebelum melakukan sebuah serangan besar pangeran fatahilah bersama tentaranya yang di Bantu penduduk asli konon melakukan sebuah ritual yaitu bertawasul kepada nabi para wali dan leluhurnya tidak lupa diteruskan dengan pembacaan maulid nabi Muhammad S.A.W ( Kitab Barjanji ). Berkah ritual tersebut allah memberikan kemenangan kepada Fatahillah dan rombongan pasukannya. Kemudian fatahilah memberi nama Bandar samudra tersebut dengan nama fathan mubina yang berarti kemenangan yang nyata. ( Pembukaan Dalam Kitab Maulid Nabi ). Kemudian beliau merubah lagi nama tersebut dengan Jayakerta atau Jayakarta yang artinya adalah "kemenangan yang diraih"
Dalam konflik itu, Pangeran Jayakarta dibantu pasukan kiriman Sultan Banten yang juga merasa dicurangi serta pasukan Inggris yang waktu itu juga sudah punya markas di sisi barat muara Ciliwung. Tak tahan dikeroyok Gubernur Jenderal Belanda Jan Pieterszoon Coen kabur ke
Saat Coen masih di Maluku dan pasukan kompeni (VOC) sudah terpojok, muncul konflik baru antara Banten dan Inggris, yang berakhir dengan terusirnya Inggris dari Jayakarta. Akan tetapi, pada saat sama, Coen tiba-tiba muncul lagi dengan membawa pasukan yang masih segar dari
Mengusung semboyan despereet niet (jangan putus asa) Coen langsung memorakporandakan pasukan koalisi Banten-Jayakarta yang sudah loyo gara-gara pertempuran dengan Inggris. Bala tentara Banten melarikan diri ke arah barat dan selatan, sementara Pangeran Jayakarta dan para pengikutnya mundur ke arah tenggara. Setelah menguasai Jakerta pada 12 Maret 1619, Coen mengganti nama kota pelabuhan itu menjadi Batavia.
Meski sunda kelapa sudah berganti nama dan di kuasai belanda , namun syiar dari pembacaan kitab maulid tersebut terus berjalan dari masa ke masa.
orang betawi temo dulu mengaplikasikannya dengan kental dalam perkembangan kultural dan kegamaan masyarakat betawi.
Kitab maulid di bacakan bukan hanya pada perayaan kelahiran nabi muhammad S.A.W saja, tapi orang betawi melakukan ritual tersebut dengan banyak hal, seperti upacara tujuh bulanan, sunatan bahkan sampai acara selamatan dari pernikahan di bacakan pula riwayat kelahiran nabi Muhammad S.A.W
Hingga kini perayaan maulid nabi terbesar dan sering dilakukan di jakarta meski hari kelahiran nabi Muhammad S.A.W telah lewat. Namun masih banyak orang yang melakukan peringatan maulid nabi. Keistimewaan dan Warisan inilah yang harus terus dilestarikan. Karena budaya peringatan maulid berbeda dengan upacara syafaran yang mengandung unsur musryik pada perayaan tersebut. peringatan tersebut jelas sangat berbeda dengan maulid nabi. Dan harus di tentang dan di hilangkan karena memang upacara syafaran itu bertentangan dengan syareat islam.
Maksud & Tujuan
Peringatan Maulid Baginda Nabi Besar Muhammad SAW merupakan perwujudan ungkapan kecintaan, kegembiraan, rasa syukur umat islam yang menjadi umatnya. Selain itu juga sebagai ajang silaturahmi umat islam dan syiar islam yang telah dicontohkan para wali dan ulama terdahulu sebagai pembangkit semangat umat islam seperti yang telah dilakukan Sultan Salahuddin al-Ayyubi.
Nabipun Bersabda : Barang siapa cinta kepadaku maka dia akan bersamaku di syurga. ( HR. Imam Baihaqi Dari Sahabat Anas RA)
Mengenai manfaat huku peringatan maulid dan keberkahannya anda dapat menanyakan kepada Ulama-ulama yang berbasis Ahlus Sunnah wal Jamaah