سْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


THIS BLOG DEDICATED FOR ALL YOUTH WITH BATAVIAN BLOOD

Kami berdua adalah putra betawi asli dan bertekad meneruskan perjuangan Muhammad Husni Thamrin, yang telah mencetuskan sebuah ideum "JAWARA DAN JURAGAN DI KAMPUNG KITE" yang kembali di ploklamirkan dan diterapkan oleh


Drs.Kh A Fadloli el Muhir.


Adapun defenisi JAWARA DAN JURAGAN itu adalah, sebuah ideum lokal yang bisa mewakili suasana kebatinan masyarakat Betawi, yang ingin keluar dari himpitan sosial yang selama ini membonsai mereka.

Tentu untuk menjadi JAWARA,bukan berarti menjadi jagoan seperti Jawara tempo dulu. jawara di sini tentu dimaksudkan bahwa orang betawi harus menjadi pemberani.tidak mudah menyerah, gigih dan tegar menghadapi masalah dengan segala resiko. sikap kejawaraan semacam itu masih tetap aktual di era global ini. tanpa itu rasanya, masyarakat betawi sulit keluar dari lingkaran setan proses pembangunan yang tengah berjalan di ibu kota. sekalipun mereka diberikan akses di berbagai aspek kehidupan, rasanya orang betawi akan sulit memanfaatkannya, kalau mereka tidak memiliki sikap kejawaraan. Apalagi kalau akses mereka ditutup, maka orang betawi itu sudah jatuh tertimpa tangga.

Sementara menjadi JURAGAN, disini orang Betawi harus bisa menjadi tuan. Mereka harus bekerja keras , agar bisa menjadi juragan di negri sendiri. sikap malas,cepat puas dengan hasil yang ada, tentu sangat tidak relevan dengan sikap seorang juragan yang harus bekerja keras agar dapat diperhitungkan oleh masyarakat sekitarnya.

Dengan menjadi Juragan,orang betawi tidak mudah termaginalisasikan. Dengan menjadi juragan merka bia diperhitungkan dalam aspek kehidupan masyarakat kota. dengan Juragan mereka bisa menjadi tuan di negri sendiri.

untuk membangun stereotipe masyarakat semacam itu memang bukan seperti membalik telapak tangan. Ini tentu membutuhkan proses yang sangat panjang, belum lagi stereotipe JAWARA dan JURAGAN itu merupaka anti tesis dari kondisi masyarakat Betawi yang termaginalkan.juga ditambah pembentukan opini public yang mengatakan orang betawi rendah diri,malas,dan cepat puas dengan apa yang ereka dapatkan. ini tentu membutuhkan perubahan mind set. Harus ada perubahan kultur.

Karena ini adalah sebuah cita-cita yang sangat besar yang telah digagas oleh Drs.Kh A Fadloli el Muhir, JAWARA dan JURAGAN itu bermakna global. karena ini juga merupakan cita-cita Indonesia.

JAKARTA KOTA MAULID

Sejarah Peringatan Maulid

Salahudin Al-Ayubi adalah seseorang yang pertama merayakan peringatan maulid nabi Muhammad SAW . Sholahuddin Yusuf bin Ayyub, Salah Ad-Din Ibn Ayyub atau Saladin –menurut lafal orang Barat– adalah salah satu pahlawan besar dalam tharikh (sejarah) Islam. Satu konsep dan budaya dari pahlawan perang ini adalah perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau maulid, berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan / organisasi muslim sering disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang tahun menurut penanggalan kalender Masehi.

Shalahuddin terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nur Ad-Din atau Nuruddin Zangi.

Selain belajar Islam, Shalahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Shalahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimid (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).

Dinobatkannya Shalahuddin menjadi sultan Mesir membuat kejanggalan bagi anaknya Nuruddin, Shalih Ismail. Hingga setelah tahun 1174 Nuruddin meninggal dunia, Shalih Ismail bersengketa soal garis keturunan terhadap hak kekhalifahan di Mesir. Akhirnya Shalih Ismail dan Shalahuddin berperang dan Damaskus berhasil dikuasai Sholahuddin. Shalih Ismail terpaksa menyingkir dan terus melawan kekuatan dinasti baru hingga terbunuh pada tahun 1181. Shalahuddin memimpin Syria sekaligus Mesir serta mengembalikan Islam di Mesir kembali kepada jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.

LATAR BELAKANG Salahudin Al-Ayubi MERAYAKAN MAULID

Pada masa itu dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang dahsyat dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.

Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.

Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idulfitri dan Iduladha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah setuju. Selain khalifah An-Nashir Para keluarga Rosulullah, para wali dan ulama terdahulu sebagian besar setuju dengan gagasan Salahuddin. Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji*). Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi.

Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.

BATAVIA KOTA MAULID

Berawal dari Pangeran Jayakarta, atau Jayakerta, masih samar. Dalam situs internet Pemerintah Jakarta Timur disebutkan, Pangeran Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Akhmad Jakerta, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari Kesultanan Banten.

Namun menurut sebuah sumber sejarah lain, Pangeran Jayakarta adalah putra Ratu Bagus Angke, juga bangsawan asal Banten. Ratu Bagus Angke alias Pangeran Hasanuddin adalah menantu Fatahillah atau Falatehan yang konon menantu Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, peletak dasar Kesultanan Cirebon dan Banten.

Pangeran Jayakarta mewarisi kekuasaan atas Jayakerta dari Ratu Bagus Angke, yang sebelumnya memperoleh kekuasaan itu dari Fatahillah, yang memutuskan pulang ke Banten (Banten Lama sekarang) setelah berhasil merebut pelabuhan itu dari Kerajaan Pajajaran pada pertengahan Februari 1527. Waktu itu, ia juga berhasil menghalau pasukan Portugis yang juga berambisi menguasai bandar samudra nan ramai itu. Sebelum melakukan sebuah serangan besar pangeran fatahilah bersama tentaranya yang di Bantu penduduk asli konon melakukan sebuah ritual yaitu bertawasul kepada nabi para wali dan leluhurnya tidak lupa diteruskan dengan pembacaan maulid nabi Muhammad S.A.W ( Kitab Barjanji ). Berkah ritual tersebut allah memberikan kemenangan kepada Fatahillah dan rombongan pasukannya. Kemudian fatahilah memberi nama Bandar samudra tersebut dengan nama fathan mubina yang berarti kemenangan yang nyata. ( Pembukaan Dalam Kitab Maulid Nabi ). Kemudian beliau merubah lagi nama tersebut dengan Jayakerta atau Jayakarta yang artinya adalah "kemenangan yang diraih"

Jayakerta atau Jayakarta adalah nama yang diberikan Fatahillah bagi pelabuhan yang sebelumnya bernama Sunda Kelapa. Nama baru disahkan pada 22 Juni 1527, tanggal yang hingga kini dianggap sebagai hari jadi Kota Jakarta.Sejarah mencacat, di bawah kepemimpinan Pangeran Jayakarta kota bandar itu maju pesat, terutama di bidang perdagangan hasil bumi. Hal itu membuat Belanda, lewat perusahaan dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), ingin berusaha di sana. VOC sebelumnya sudah malang-melintang dan menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku. Pada November 1610, Belanda berhasil mendapat hak atas tanah seluas 94 meter persegi di sisi timur muara Kali Ciliwung. Sebagai imbalan, kepada Pangeran Jayakarta Belanda membayar sebesar 2.700 florin atau 1.200 real. Namun, di pelabuhan yang ketika itu juga disebut Jakerta Belanda mempraktikkan sistem dagang monopoli yang licik, yang merugikan Pangeran Jayakarta. Perselisihan pun pecah dan merebak antara tahun 1610-1619.

Dalam konflik itu, Pangeran Jayakarta dibantu pasukan kiriman Sultan Banten yang juga merasa dicurangi serta pasukan Inggris yang waktu itu juga sudah punya markas di sisi barat muara Ciliwung. Tak tahan dikeroyok Gubernur Jenderal Belanda Jan Pieterszoon Coen kabur ke Ambon, meminta tambahan pasukan.

Saat Coen masih di Maluku dan pasukan kompeni (VOC) sudah terpojok, muncul konflik baru antara Banten dan Inggris, yang berakhir dengan terusirnya Inggris dari Jayakarta. Akan tetapi, pada saat sama, Coen tiba-tiba muncul lagi dengan membawa pasukan yang masih segar dari Ambon.

Mengusung semboyan despereet niet (jangan putus asa) Coen langsung memorakporandakan pasukan koalisi Banten-Jayakarta yang sudah loyo gara-gara pertempuran dengan Inggris. Bala tentara Banten melarikan diri ke arah barat dan selatan, sementara Pangeran Jayakarta dan para pengikutnya mundur ke arah tenggara. Setelah menguasai Jakerta pada 12 Maret 1619, Coen mengganti nama kota pelabuhan itu menjadi Batavia.

Meski sunda kelapa sudah berganti nama dan di kuasai belanda , namun syiar dari pembacaan kitab maulid tersebut terus berjalan dari masa ke masa.

orang betawi temo dulu mengaplikasikannya dengan kental dalam perkembangan kultural dan kegamaan masyarakat betawi.

Kitab maulid di bacakan bukan hanya pada perayaan kelahiran nabi muhammad S.A.W saja, tapi orang betawi melakukan ritual tersebut dengan banyak hal, seperti upacara tujuh bulanan, sunatan bahkan sampai acara selamatan dari pernikahan di bacakan pula riwayat kelahiran nabi Muhammad S.A.W

Hingga kini perayaan maulid nabi terbesar dan sering dilakukan di jakarta meski hari kelahiran nabi Muhammad S.A.W telah lewat. Namun masih banyak orang yang melakukan peringatan maulid nabi. Keistimewaan dan Warisan inilah yang harus terus dilestarikan. Karena budaya peringatan maulid berbeda dengan upacara syafaran yang mengandung unsur musryik pada perayaan tersebut. peringatan tersebut jelas sangat berbeda dengan maulid nabi. Dan harus di tentang dan di hilangkan karena memang upacara syafaran itu bertentangan dengan syareat islam.

Maksud & Tujuan

Peringatan Maulid Baginda Nabi Besar Muhammad SAW merupakan perwujudan ungkapan kecintaan, kegembiraan, rasa syukur umat islam yang menjadi umatnya. Selain itu juga sebagai ajang silaturahmi umat islam dan syiar islam yang telah dicontohkan para wali dan ulama terdahulu sebagai pembangkit semangat umat islam seperti yang telah dilakukan Sultan Salahuddin al-Ayyubi.

Nabipun Bersabda : Barang siapa cinta kepadaku maka dia akan bersamaku di syurga. ( HR. Imam Baihaqi Dari Sahabat Anas RA)

Mengenai manfaat huku peringatan maulid dan keberkahannya anda dapat menanyakan kepada Ulama-ulama yang berbasis Ahlus Sunnah wal Jamaah

HANYA KIAMAT YANG BISA MEMBUBARKAN FBR

Ahad, 29 April 2009. Langit kota Jakarta tampak teduh, seakan turut berduka cita atas wafatnya Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), KH. A. Fadloli el-Muhir, di RS Harapan kita pada pukul 14.45 wib. Ribuan masyarakat Betawi, yang terdiri dari pria dan wanita, yang mengenakan seragam hitam memadati kediaman KH. A Fadloli el-Muhir dan (sekaligus) Markas Besar FBR, yakni Pondok Pesantren Yatim "Ziyadatul Mubtadi-ien", yang terletak di Jl. Raya Penggilingan No. 100 Pedaengan Cakung Jakarta Timur. Suara isak tangis dan ratapan mereka seolah menggugat Sang Khalik dan mempertanyakan kenapa "Bapak" mereka begitu cepat harus dipanggil menghadap kehadirat-Nya. Tapi, takdir Tuhan tidak akan terbantahkan, hanya saja kita mungkin yang terlalu bodoh untuk menyingkap misteri atau hikmah dibalik keputusan-keputusan-Nya. Ternyata sebagai masyarakat yang religius, mereka sadar bahwa perjuangan harus terus dilanjutkan. Isak tangis dan ratapan mereka pun selesai setelah jenazah Almarhum KH. A. Fadloli el-Muhir dikembumikan di pelataran Pondok Pesantren tersebut pada tanggal 30 April 2009 ba'da Shalat Zhuhur. Selanjutnya mereka sepakat untuk menunjuk KH. Lutfi Hakim, MA, yang sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal FBR, untuk melanjutkan tongkat estafe kepemimpinan di tubuh organisasi FBR dan Pondok Pesantren yatim "Ziyadatul Mubtadi-ien". Keputusan tersebut menepis asumsi sementara masyarakat bahwa FBR akan sirna bersama mangkatnya KH. A. Fadloli el-Muhir. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus, dan beliau termasuk pemimpin yang sukses, karena banyak mempunyai kader-kader penerus kepemimpinannya, di antaranya adalah KH. Lutfi Hakim, MA. KH. Lutfi Hakim, MA adalah salah seorang deklarator dan pendiri FBR serta pengasuh pondok pesantren "Ziyadatul Mubtadi-ien.( sebuah pesantren yatim & piatu) Penunjukan dirinya sebagai Ketua Umum FBR yang baru mengikuti tradisi kepemimpinan di tubuh FBR khususnya dan masyarakat Betawi pada umumnya bahwa panutan hidup mereka adalah para ulama, bukan para birokrat atau militer sebagaimana kepemimpinan pada sementara ormas yang lain. Kini, masyarakat Betawi kembali mempunyai harapan, dan harapan itulah yang membuat mereka tetap hidup. Jika harapan mereka sirna, maka secara aktual ataupun potensial kehidupan mereka pun musnah. Harapan adalah unsur instrinsik struktur kehidupan, dinamika spirit manusia FBR. Harapan mereka berhubungan erat dengan unsur lain dari struktur kehidupan: yakni keimanan. Keimanan mereka itu bukan bentuk lemah dari kepercayaan atau pengetahuan. Ia juga bukan merupakan keyakinan kepada ini dan itu. Keimanan mereka adalah kepastian terhadap yang belum terjamin, pengetahuan tentang kemungkinan yang riil, dan kesadaran akan tetap berlanjutnya perjuangan untuk bangkit menjadi entitas yang diperhitungkan di kota Jakarta... Sebagai putra dan putri asli betawi keluarga penulis sangat bangga menjadi anggota Forum Betawi Rempug. FBR yang isinya adalah sebagian besar masyarakat kecil namum mereka sangat bangga dan tidak merasa kecil. Karena FBR memiliki cita-cita yang sangat besar yaitu menjadi JAWARA & JURAGAN di Negri sendiri , dan cita-cita tersebut merupakan sebuah cita-cita INDONESIA. karena sampai saat ini "INDONESIA BELUM BISA MENJADI JAWARA & JURAGAN DI NEGRI SENDIRI" FILOSOFI DARI LAMBANG FBR. Lambang fbr adalah ondel-ondel.Adapun makna dari ondel-ondel itu sendiri dalam FBR adalah sebagai berikut : (1) Dalam kebudayaan Betawi ondel-ondel biasanya dipakai dalam upacara2 adat Betawi, dimana ada ondel-ondel pasti banyak orang yang berkumpul disana. Diharapkan FBR dapat mengumpulkan atau dalam bahasa Betawinya "rempug", semua elemen masyarakat Betawi, rempug bersama berjuang agar masyarkat Betawi pada khususnya dapat menjadi Jawara dan "juragan" di kampung sendiri. (2) Dahulu ondel-ondel dalam kebudayaan Cina dikenal dengan barongsai, dimana fungsinya adalah sebagai pengusir roh2 jahat. Diharapkan FBR sesuai slogan yang sering diuncapkan yaitu " ... Betawi ... Rempuk, ... Yang kurang ajar ... Hajar ..." Insya Allah dapat memerangi segala kemungkaran yang menghalangi perjuangan FBR tentunya. (3) Jika kita menyebutkan kata "Ondel-ondel" pastilah identik dengan Betawi. Lambang FBR adalah ondel-ondel, jadi ondel-ondel merupakan identitas para anggotanya, walaupun ia berada dimanapun jika orang melihat lambang ondel-ondel (FBR) tersebut orang akan langsung tahu bahwa FBR adalah Ormas Betawi dan ia adalah orang Betawi. Adapun sejarah dari Ondel-ondel sebagai berikut : Ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat yang sudah berabad-abad terdapat di Jakarta dan sekitarnya, yang dewasa ini menjadi wilayah Betawi. Walaupun pertunjukan rakyat semacam itu terdapat pula di beberapa tempat lain seperti di Priangan dikenal dengan sebutan Badawang, di Cirebon disebut Barongan Buncis dan di Bali disebut Barong Landung, tetapi ondel-ondel memiliki karakteristik yang khas. Ondel-ondel tergolong salah satu bentuk teater tanpa tutur, karena pada mulanya dijadikan personifikasi leluhur atau nenek moyang, pelindung keselamatan kampung dan seisinya. Dengan demikian dapat dianggap sebagai pembawa lakon atau cerita, sebagaimana halnya dengan “bekakak” dalam upacara “potong bekakak” digunung gamping disebelah selatan kota Yogyakarta, yang diselenggarakan pada bulan sapar setiap tahun. Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan rangka anyaman bambu dengan ukuran kurang lebih 2,5M, tingginya dan garis tengahnya kurang dari 80 cm. Dibuat demikian rupa agar pemikulnya yang berada didalamnya dapat bergerak agak leluasa. Rambutnya dibuat dari ijuk,”duk” kata orang Betawi. Mukanya berbentuk topeng atau kedok, dengan mata bundar (bulat) melotot. Ondel-ondel yang menggambarkan laki-laki mukanya bercat merah, yang menggambarkan perempuan bermuka putih atau kuning. Ondel-ondel biasanya digunakan untuk memeriahkan arak-arakan, seperti mengarak pengantin sunat dan sebagainya. Lazimnya dibawa sepasang saja, laki dan perempuan. Tetapi dewasa ini tergantung dari permintaan yang empunya hajat. Bahkan dalam perayaan-perayaan umum seperti ulang tahun hari jadi kota Jakarta, biasa pula dibawa beberapa pasang, sehingga merupakan arak-arakan tersendiri yang cukup meriah. Musik pengiring ondel-ondel tidak tertentu, tergantung masing-masing rombongan. Ada yang diiringi Tanjidor, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Gejen, kampung Setu. Ada yang diiringi gendang pencak Betawi seperti rombongan “Beringin Sakti” pimpinan Duloh (alm), sekarang pimpinan Yasin, dari Rawasari. Adapula yang diiringi Bende, “Kemes”, Ningnong dan Rebana Ketimpring, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Lamoh, kalideres. Disamping untuk memeriahkan arak-arakan pada masa yang lalu biasa pula mengadakan pertunjukan keliling, “Ngamen”. Terutama pada perayaan-perayaan Tahun Baru, baik masehi maupun Imlek. Sasaran pada perayaan Tahun Baru Masehi daerah Menteng, yang banyak dihuni orang-orang Kristen.Pendukung utama kesenian ondel-ondel petani yang termasuk “abangan”, khususnya yang terdapat di daerah pinggiran kota Jakarta dan sekitarnya. Pembuatan ondel-ondel dilakukan secara tertib, baik waktu membentuk kedoknya demikian pula pada waktu menganyam badannya dengan bahan bambu. Sebelum pekerjaan dimulai, biasanya disediakan sesajen yang antara lain berisi bubur merah putih, rujak-rujakan tujuh rupa, bunga-bungaan tujuh macam dan sebagainya, disamping sudah pasti di bakari kemenyan. Demikian pula ondel-ondel yang sudah jadi, biasa pula disediakan sesajen dan dibakari kemenyan, disertai mantera-mantera ditujukan kepada roh halus yang dianggap menunggui ondel-ondel tersebut. Sebelum dikeluarkan dari tempat penyimpanan, bila akan berangkat main, senantias diadakan sesajen. Pembakaran kemenyan dilakukan oleh pimpinan rombongan, atau salah seorang yang dituakan. Menurut istilah setempat upacara demikian disebut “Ukup” atau “ngukup”.

FORUM BETAWI REMPUG

SELAYANG PANDANG FBR

Kehadiran Forum Betawi Rempug (FBR) memperkaya teori sejarawan terkenal Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo tentang "sejarah sosial", di mana sejarah tercipta bukan semata-mata karena faktor politik, tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor sosial. Pada awalnya beberapa ulama muda Betawi (seperti KH. A. Fadloli el-Muhir dan KH. Lutfi Hakim, MA) tidak ingin kasus yang terjadi pada suku Aborigin di Australia menimpa masyarakat Betawi. Atau kasus yang terjadi pada suku Indian di Amerika dialami bangsa Indonesia. Kalau kedua kasus tersebut juga terjadi, bagaimana citra bangsa ini ke depan?

Oleh karena itu, perjuangan FBR untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Betawi, yang selama ini tertindas secara struktural ataupun kultural, merupakan bagian untuk menjaga martabat bangsa agar jangan sampai negara yang kaya dengan pulau dan etnis ini memperlakukan suatu suku yang ada di dalamnya menjadi inferior, sehingga dapat menimbulkan kecemburuan dan kerawanan sosial.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus berusaha menghargai dan menempatkan suku-suku dan entitas yang ada dalam masyarakatnya sejajar satu sama lain untuk bisa mengembangkan kearifan lokal dan (sekaligus) memperkaya khazanah bangsa yang majemuk. Adalah suatu kesalahan, bila suatu bangsa yang besar semacam Indonesia justru memarjinalkan entitas masyarakat, apalagi putra daerah, dalam mengembangkan kearifan lokal, yang pada gilirannya akan memunculkan benih-benih permusuhan.

Dalam memberdayakan masyarakat suatu daerah, tidak hanya membutuhkan suatu kebijakan yang berpihak pada mereka, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah mempersiapkan mental masyarakat itu untuk memiliki harga dan kepercayaan diri supaya siap berkompetisi secara bebas dengan karifan lokal yang dimilikinya, sehingga mereka mampu menjadi lokomotif kemajuan bagi daerahnya.

Berangkat dari pemikiran tersebut di atas, maka dibentuklah suatu wadah yang menampung dan memperjuangkan aspirasi masyarakat Betawi, berazaskan Islam serta berlandaskan Al-Qur'an, As-Sunnah, Pancasila dan UUD 1945, yang kemudian dikenal dengan nama: FORUM BETAWI REMPUG yang disingkat FBR.

A.Visi

Terbinanya masyarakat Betawi yang bersatu, kreatif, inovatif, pencipta dan pengabdi yang berkepribadian Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang adil, makmur yang diridhai Allah Subhanahu Wata'la.

B. Misi

  1. Membina hubungan persaudaraan yang kokoh di antara sesama masyarakat Betawi dan yang lainnya demi terciptanya kehidupan yang aman, nyaman, dan damai serta bahagia di dunia dan akhirat;
  2. Membina hubungan kerjasama dengan pemerintah dan komponen lainnya dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat demi tercapainya kesejahteraan sosial;
  3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (sdm) masyarakat Betawi melalui pendidikan dan ketrampilan serta pembukaan lapangan kerja;
  4. Meningkatkan peran masyarakat Betawi dalam berbagai aspek kehidupan;
  5. Melestarikan dan mengembangkan seni budaya Betawi sebagai bagian dari kebudayaan nasional; dan
  6. Melaksanakan amar ma'ruf dan nahy munkar