Kesenian Topeng Betawi
Sayangnya, semakin uzurnya para pemain senior, lenong Betawi pun seakan turut pudar. Padahal, sesungguhnya masyarakat masih merindukan kesenian rakyat ini. Buktinya, kemunculan Lenong Rumpi dan Lenong Bocah di awal tahun 1990 mendapat sambutan hangat. Padahal, para pemainnya bukan orang Betawi asli.
Namun, masa keemasan ini pun tak lama. Sekitar lima tahun masa tayangnya, posisi mereka tergusur oleh kesenian Jawa Tengah-Jawa Timur seperti Ketoprak Humor, yang merupakan pecahan dari grup lawak Srimulat. Sementara lenong sedikit demi sedikit tergusur dari layar kaca dan beralih main dari kampung ke kampung.
Kesulitan Regenerasi
Apa sebab lenong tergusur? Ketika pertanyaan ini diajukan kepada Malih T, ia langsung menjawab tak adanya regenerasilah yang menjadi penyebabnya. Memang pada umumnya, kesenian tradisional Betawi termasuk lenong, lahir secara turun-temurun. ” Saya mengakui yang namanya regenerasi itu sulit. Seniman Betawi tua memang kurang komunikasi dengan yang muda,” akunya saat ditemui SH di sela-sela kesibukannya mengisi acara HUT Jakarta di Balaikota, Sabtu malam (22/6).
Malih sendiri kini memiliki sebuah grup kesenian Betawi yang diberi nama Malih Grup. Namun, tak pelak ia mengalami kesulitan untuk mencari bibit baru dan mengasuh mereka. Selain banyak yang kurang disiplin, banyak pemain yang masih awam. Pemain yang rata-rata tingkat pendidikannya rendah seringkali mengalami kesulitan menghadapi penonton yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Dengan lebih banyak mengandalkan improvisasi, bisa dipastikan kesenian ini bakal menemui kesulitan jika pemainnya tak memiliki cukup wawasan.
Inilah sebabnya, kalaupun ada yang tertarik bergabung dengan kelompoknya, sambung Malih, lebih banyak yang tertarik untuk menyanyi dangdut dibanding gambang kromong. ” Mungkin karena lebih mudah belajarnya dan banyak yang nanggap,” sahut Malih yang memiliki 50 anggota yang terdiri dari pemain gambang kromong, lenong dan penyanyi dangdut.
Sama seperti Malih, Omas juga memiliki keprihatinan yang sama. Memudarnya lenong salah satunya akibat tidak ada regenerasi. Di saat yang tua sudah mulai sakit-sakitan dan banyak yang sudah meninggal, yang muda banyak yang tidak peduli.
Malih dan Omas sepakat, tersingkirnya kesenian Betawi khususnya lenong bukan berarti mereka langsung menyalahkan kesenian daerah lainnya yang saat ini banyak digemari seperti Ketoprak Humor.
” Sebenarnya kita masih eksis kok. Buktinya di kampung-kampung seperti Bekasi dan Tambun, masih banyak lenong keliling. Kalau di televisi, masih ada Komedi Betawi di Anteve juga beberapa sinetron Betawi. Tapi untuk membuat acara lenong seperti dulu lagi atau tayangan Betawi lainnya memang susah. Kita nggak siap naskahnya,” cetus Omas yang pertama kali terjun ke televisi bermain lenong lewat Topeng Betawi di TVRI tahun 1990-an bersama pamannya, Bokir.
” Kita nggak bisa nyalahin televisi atau Ketoprak Humor. Ini adalah salah kita sendiri kenapa tidak mau berusaha. TV adalah milik bangsa kita bersama, salah kita tidak memberi naskah yang menarik kepada televisi,” imbuh Malih seraya mengatakan tahun lalu pernah ada pertemuan antara seniman-seniman Betawi yang memperbincangkan nasib kesenian tradisonal Betawi. Sayangnya hingga kini, pertemuan itu belum membuahkan hasil.
Kesulitan Dana
Di tengah situasi yang tidak menguntungkan, toh langkah para seniman Betawi ini tidak surut untuk melestarikan kesenian tradisionalnya. Jika generasi Omas, Mandra, dan Bolot memilih tampil di televisi lewat sinetron, termasuk bintang tamu di berbagai acara lawak, Malih lebih memilih untuk nanggap dari kampung ke kampung.
” Alhamdulillah, hasilnya lumayan. Memang tidak seramai dulu karena sekarang masih krismon,” kata Malih yang dalam sebulan bisa 4-5 kali manggung dengan bayaran Rp 25 juta sekali manggung. Biaya sebesar ini dia pakai untuk membayar 50 orang pemain, sewa peralatan panggung, transportasi serta biaya pembinaan. ” Kita memang masih kekurangan dana untuk melakukan pembinaan. Dana yang tersedia hanya seadanya dari hasil manggung itu,” sambung Malih yang pertama kali terjun sebagai pemain lenong profesional di TIM tahun 1992 bersama Bokir ini yang kemudian pecah dan masing-masing mendirikan kelompok sendiri-sendiri ini.
Kesulitan dana ini agaknya yang menyebabkan beberapa seniman Betawi terpaksa mendua. Bolot, misalnya, melakukan dua cara sekaligus. Selain tampil di acara-acara televisi sebagai freelance, seperti menjadi bintang tamu Ketoprak Humor, Bolot juga sering manggung bersama kelompok lenongnya, Bolot Grup. ‘Tampil bersama Ketoprak Humor, kenapa tidak? Kita kan juga perlu makan. Sama saja kok tampil bersama Ketoprak atau lenong,” tandas Bolot yang main lenong sejak tahun 1963.
Raja Kampung
Di tengah persaingan yang ketat, Malih dan Omas masih tetap optimistis kesenian Betawi bakal bangkit kembali. Seperti dikatakan Malih, beberapa saat yang lalu ia berbincang-bincang dengan salah satu tokoh Betawi yang menjanjikan akan membuat Gedung Kesenian Betawi.
” Saya lupa namanya. Tapi dia bilang sedang melakukan pendekatan minta lahan di daerah Kemayoran untuk membangun Gedung Kesenian Betawi. Saya sih berharap kalau ini benar terjadi, bisa membantu kemajuan kesenian Betawi. Tapi nggak tahu juga pelaksanaannya kapan,” sahut Malih.
Di lain pihak Omas mengatakan, ia bersama rekan-rekan lainnya sedang mencari format acara berbau Betawi untuk ditawarkan ke berbagai stasiun televisi. ” Memang nggak gampang. Tapi kalau bukan kita yang peduli siapa lagi? Kita nggak boleh kalah sama kesenian lainnya, justru kita harus jadi raja di kampung sendiri dong,” tegas Omas, salah satu dari sedikit seniman Betawi yang serba bisa, mulai dari menari, menyanyi, main lenong hingga main sinetron.
maju terus.....!!!! bagi seniman2 muda betawi,klo bs kite bikin tv sendiri bang....namanyetelevisi betewi jaya
BalasHapusboss cara dapet kaset bokir lenong lawakan dimana ya . hub (021)91000750 urgent
BalasHapusboleh dounk kaset bokir lenong lawakan
BalasHapus