Ahad, 29 April 2009. Langit kota Jakarta tampak teduh, seakan turut berduka cita atas wafatnya Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), KH. A. Fadloli el-Muhir, di RS Harapan kita pada pukul 14.45 wib. Ribuan masyarakat Betawi, yang terdiri dari pria dan wanita, yang mengenakan seragam hitam memadati kediaman KH. A Fadloli el-Muhir dan (sekaligus) Markas Besar FBR, yakni Pondok Pesantren Yatim "Ziyadatul Mubtadi-ien", yang terletak di Jl. Raya Penggilingan No. 100 Pedaengan Cakung Jakarta Timur. Suara isak tangis dan ratapan mereka seolah menggugat Sang Khalik dan mempertanyakan kenapa "Bapak" mereka begitu cepat harus dipanggil menghadap kehadirat-Nya. Tapi, takdir Tuhan tidak akan terbantahkan, hanya saja kita mungkin yang terlalu bodoh untuk menyingkap misteri atau hikmah dibalik keputusan-keputusan-Nya.
Ternyata sebagai masyarakat yang religius, mereka sadar bahwa perjuangan harus terus dilanjutkan. Isak tangis dan ratapan mereka pun selesai setelah jenazah Almarhum KH. A. Fadloli el-Muhir dikembumikan di pelataran Pondok Pesantren tersebut pada tanggal 30 April 2009 ba'da Shalat Zhuhur. Selanjutnya mereka sepakat untuk menunjuk KH. Lutfi Hakim, MA, yang sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal FBR, untuk melanjutkan tongkat estafe kepemimpinan di tubuh organisasi FBR dan Pondok Pesantren yatim "Ziyadatul Mubtadi-ien". Keputusan tersebut menepis asumsi sementara masyarakat bahwa FBR akan sirna bersama mangkatnya KH. A. Fadloli el-Muhir. Seorang pemimpin bisa dikatakan gagal apabila tidak berhasil memiliki penerus, dan beliau termasuk pemimpin yang sukses, karena banyak mempunyai kader-kader penerus kepemimpinannya, di antaranya adalah KH. Lutfi Hakim, MA.
KH. Lutfi Hakim, MA adalah salah seorang deklarator dan pendiri FBR serta pengasuh pondok pesantren "Ziyadatul Mubtadi-ien.( sebuah pesantren yatim & piatu) Penunjukan dirinya sebagai Ketua Umum FBR yang baru mengikuti tradisi kepemimpinan di tubuh FBR khususnya dan masyarakat Betawi pada umumnya bahwa panutan hidup mereka adalah para ulama, bukan para birokrat atau militer sebagaimana kepemimpinan pada sementara ormas yang lain.
Kini, masyarakat Betawi kembali mempunyai harapan, dan harapan itulah yang membuat mereka tetap hidup. Jika harapan mereka sirna, maka secara aktual ataupun potensial kehidupan mereka pun musnah. Harapan adalah unsur instrinsik struktur kehidupan, dinamika spirit manusia FBR. Harapan mereka berhubungan erat dengan unsur lain dari struktur kehidupan: yakni keimanan. Keimanan mereka itu bukan bentuk lemah dari kepercayaan atau pengetahuan. Ia juga bukan merupakan keyakinan kepada ini dan itu. Keimanan mereka adalah kepastian terhadap yang belum terjamin, pengetahuan tentang kemungkinan yang riil, dan kesadaran akan tetap berlanjutnya perjuangan untuk bangkit menjadi entitas yang diperhitungkan di kota Jakarta...
Sebagai putra dan putri asli betawi keluarga penulis sangat bangga menjadi anggota Forum Betawi Rempug. FBR yang isinya adalah sebagian besar masyarakat kecil namum mereka sangat bangga dan tidak merasa kecil. Karena FBR memiliki cita-cita yang sangat besar yaitu menjadi JAWARA & JURAGAN di Negri sendiri , dan cita-cita tersebut merupakan sebuah cita-cita INDONESIA. karena sampai saat ini "INDONESIA BELUM BISA MENJADI JAWARA & JURAGAN DI NEGRI SENDIRI"
FILOSOFI DARI LAMBANG FBR.
Lambang fbr adalah ondel-ondel.Adapun makna dari ondel-ondel itu sendiri dalam FBR adalah sebagai berikut
:
(1) Dalam kebudayaan Betawi ondel-ondel biasanya dipakai dalam upacara2 adat Betawi, dimana ada ondel-ondel pasti banyak orang yang berkumpul disana. Diharapkan FBR dapat mengumpulkan atau dalam bahasa Betawinya "rempug", semua elemen masyarakat Betawi, rempug bersama berjuang agar masyarkat Betawi pada khususnya dapat menjadi Jawara dan "juragan" di kampung sendiri.
(2) Dahulu ondel-ondel dalam kebudayaan Cina dikenal dengan barongsai, dimana fungsinya adalah sebagai pengusir roh2 jahat. Diharapkan FBR sesuai slogan yang sering diuncapkan yaitu " ... Betawi ... Rempuk, ... Yang kurang ajar ... Hajar ..." Insya Allah dapat memerangi segala kemungkaran yang menghalangi perjuangan FBR tentunya.
(3) Jika kita menyebutkan kata "Ondel-ondel" pastilah identik dengan Betawi. Lambang FBR adalah ondel-ondel, jadi ondel-ondel merupakan identitas para anggotanya, walaupun ia berada dimanapun jika orang melihat lambang ondel-ondel (FBR) tersebut orang akan langsung tahu bahwa FBR adalah Ormas Betawi dan ia adalah orang Betawi.
Adapun sejarah dari Ondel-ondel sebagai berikut :
Ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat yang sudah berabad-abad terdapat di Jakarta dan sekitarnya, yang dewasa ini menjadi wilayah Betawi. Walaupun pertunjukan rakyat semacam itu terdapat pula di beberapa tempat lain seperti di Priangan dikenal dengan sebutan Badawang, di Cirebon disebut Barongan Buncis dan di Bali disebut Barong Landung, tetapi ondel-ondel memiliki karakteristik yang khas. Ondel-ondel tergolong salah satu bentuk teater tanpa tutur, karena pada mulanya dijadikan personifikasi leluhur atau nenek moyang, pelindung keselamatan kampung dan seisinya. Dengan demikian dapat dianggap sebagai pembawa lakon atau cerita, sebagaimana halnya dengan “bekakak” dalam upacara “potong bekakak” digunung gamping disebelah selatan kota Yogyakarta, yang diselenggarakan pada bulan sapar setiap tahun.
Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan rangka anyaman bambu dengan ukuran kurang lebih 2,5M, tingginya dan garis tengahnya kurang dari 80 cm. Dibuat demikian rupa agar pemikulnya yang berada didalamnya dapat bergerak agak leluasa. Rambutnya dibuat dari ijuk,”duk” kata orang Betawi. Mukanya berbentuk topeng atau kedok, dengan mata bundar (bulat) melotot.
Ondel-ondel yang menggambarkan laki-laki mukanya bercat merah, yang menggambarkan perempuan bermuka putih atau kuning. Ondel-ondel biasanya digunakan untuk memeriahkan arak-arakan, seperti mengarak pengantin sunat dan sebagainya. Lazimnya dibawa sepasang saja, laki dan perempuan. Tetapi dewasa ini tergantung dari permintaan yang empunya hajat. Bahkan dalam perayaan-perayaan umum seperti ulang tahun hari jadi kota Jakarta, biasa pula dibawa beberapa pasang, sehingga merupakan arak-arakan tersendiri yang cukup meriah.
Musik pengiring ondel-ondel tidak tertentu, tergantung masing-masing rombongan. Ada yang diiringi Tanjidor, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Gejen, kampung Setu. Ada yang diiringi gendang pencak Betawi seperti rombongan “Beringin Sakti” pimpinan Duloh (alm), sekarang pimpinan Yasin, dari Rawasari. Adapula yang diiringi Bende, “Kemes”, Ningnong dan Rebana Ketimpring, seperti rombongan ondel-ondel pimpinan Lamoh, kalideres.
Disamping untuk memeriahkan arak-arakan pada masa yang lalu biasa pula mengadakan pertunjukan keliling, “Ngamen”. Terutama pada perayaan-perayaan Tahun Baru, baik masehi maupun Imlek. Sasaran pada perayaan Tahun Baru Masehi daerah Menteng, yang banyak dihuni orang-orang Kristen.Pendukung utama kesenian ondel-ondel petani yang termasuk “abangan”, khususnya yang terdapat di daerah pinggiran kota Jakarta dan sekitarnya.
Pembuatan ondel-ondel dilakukan secara tertib, baik waktu membentuk kedoknya demikian pula pada waktu menganyam badannya dengan bahan bambu. Sebelum pekerjaan dimulai, biasanya disediakan sesajen yang antara lain berisi bubur merah putih, rujak-rujakan tujuh rupa, bunga-bungaan tujuh macam dan sebagainya, disamping sudah pasti di bakari kemenyan. Demikian pula ondel-ondel yang sudah jadi, biasa pula disediakan sesajen dan dibakari kemenyan, disertai mantera-mantera ditujukan kepada roh halus yang dianggap menunggui ondel-ondel tersebut. Sebelum dikeluarkan dari tempat penyimpanan, bila akan berangkat main, senantias diadakan sesajen. Pembakaran kemenyan dilakukan oleh pimpinan rombongan, atau salah seorang yang dituakan. Menurut istilah setempat upacara demikian disebut “Ukup” atau “ngukup”.
Tulisan yang bagus , saya sudah ikuti blog anda , kalau berkenan , tolong follow juga blog saya,, thx,-
BalasHapuswww.callmearyani.blogspot.com
YES I LIKE
BalasHapusmaju terus fbr
BalasHapusamal makruf nahi munkar
BalasHapussesibuk apapun kita jangan lalaikan sholat
BalasHapus